Biopestisida: Solusi Ramah Lingkungan bagi Masa Depan Pertanian Indonesia

Purwokerto — Di tengah meningkatnya kesadaran akan pentingnya pertanian berkelanjutan, inovasi biopestisida kini menjadi perhatian di dunia pertanian Indonesia. Di balik riset yang membuka jalan bagi pertanian sehat dan berkelanjutan berdiri sosok Prof. Ir. Loekas Soesanto, M.S., Ph.D. (65), pakar Ilmu Penyakit Tanaman asal Pati, merupakan dosen dan peneliti di Fakultas Pertanian Universitas Jenderal Soedirman. Ia memperoleh gelar doktor dari Wageningen University, Belanda, pada tahun 2000 dengan fokus Biological Control atau pengendalian hayati. Kini, ia dikenal luas sebagai pelopor riset biopestisida berbasis metabolit sekunder di Indonesia.

Berawal dari Riset dan Kepekaan Lingkungan

Sejak awal, Loekas tidak pernah membayangkan akan menekuni dunia pertanian. Ia mengaku dulu justru ingin mengambil teknik kimia, namun takdir membawanya ke bidang pertanian. “Awalnya saya tidak terlalu suka pertanian,” ujarnya sambil tersenyum. “Tapi kalau dijalani dengan sungguh-sungguh, ternyata di situlah jalan yang terbaik.”

Pengalaman meneliti pestisida kimia di Cikampek menjadi titik balik penting dalam kariernya. Dari sepuluh jenis pestisida yang ia uji, hanya satu yang efektif, sementara lainnya justru merusak tanaman. Pengalaman tersebut menumbuhkan kesadaran baru tentang pentingnya pendekatan yang lebih alami dan berkelanjutan. Sejak saat itu, ia fokus meneliti pengendalian hayati (biological control) yang kemudian melahirkan berbagai inovasi biopestisida.

Menemukan Mikroba Penyembuh Tanaman

Pada tahun 2002, melalui hibah dari Kementerian Pertanian, Loekas meneliti penyakit layu pada jahe dan menemukan mikroorganisme Trichoderma di tanah Temanggung yang mampu menekan patogen tanaman. “Hasil uji menunjukkan jamur ini mengandung enzim glukanase dan kitinase yang mampu menekan pertumbuhan hama dan penyakit,” jelasnya.

Temuan tersebut menjadi dasar pengembangan tiga produk utama: Bio P, Bio T, dan Bio B, berbasis mikroba Pseudomonas fluorescens, Trichoderma harzianum, dan Beauveria bassiana. “Biopestisida ini aman, tidak beracun, dan bahkan bisa memperbaiki kesuburan tanah,” jelasnya. “Selain menekan penyakit, mikroba ini membantu akar tanaman lebih kuat dan hasil panen lebih baik.”

Aman bagi Petani dan Lingkungan

Menurut sang peneliti, penggunaan pestisida kimia di Indonesia sudah sangat mengkhawatirkan. “Banyak petani yang keracunan karena tidak menggunakan alat pelindung diri. Tanah pun menjadi keras akibat akumulasi bahan kimia,” ungkapnya.
Berbeda dengan pestisida kimia, biopestisida bekerja dengan memanfaatkan metabolit sekunder seperti enzim, antibiotika, dan toksin alami dari mikroorganisme. Hasilnya, tanaman tetap terlindungi tanpa mengganggu keseimbangan ekosistem. “Produk ini tidak beracun bagi manusia dan tidak meninggalkan residu kimia. Jadi, aman untuk pertanian organik,” tambahnya.

Produk biopestisida. (Sumber: Dokumentasi Pribadi)

Apresiasi atas Terobosan Biopestisida

Meski sempat menghadapi tantangan dari pihak industri kimia, kerja kerasnya berbuah hasil. Pada tahun 2023, ia menerima penghargaan dari Menteri Pertanian atas kontribusinya dalam pengembangan biopestisida berbasis metabolit sekunder, berupa senyawa hasil aktivitas mikroba yang berfungsi melawan penyakit tanaman.

Kini, hasil penelitiannya telah digunakan oleh banyak petani di berbagai wilayah, mulai dari Jawa, Bali, Sumatera, hingga Kalimantan. Petani mengaku hasil panen meningkat, sementara ketergantungan terhadap bahan kimia menurun.

Mendorong Generasi Muda Bertani Organik

Sebagai peneliti dan dosen, ia menaruh harapan besar kepada generasi muda agar mau menekuni pertanian ramah lingkungan. “Tanah itu warisan bagi generasi berikutnya. Jangan sampai kita mewariskan tanah yang rusak,” tegasnya.
Ia juga menambahkan, konsumen global kini semakin peduli pada produk bebas residu. Maka, penerapan biopestisida bukan hanya menjaga kesehatan manusia, tetapi juga membuka peluang ekspor bagi produk pertanian Indonesia. Peneliti berharap bisa melihat pertanian Indonesia yang sehat, mandiri, dan bebas dari ketergantungan bahan kimia. “Kalau manusia mengonsumsi produk sehat, maka kesehatannya juga akan terjaga. Itulah tujuan utama dari biopestisida,” pungkasnya.

Editor: Alya Martzalyanti.

Bagikan:

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *