Bahasa Gaul Digital: Fenemomena atau Ancaman?

( Sumber:Google)

Purwokerto — Munculnya bahasa gaul digital yang masif di platform media sosial mengubah lanskap linguistik Indonesia, memicu kekhawatiran sekaligus harapan baru di kalangan pakar bahasa dan pendidikan. Fenomena singkatan ekstrem seperti “gws” (get well soon), “otw” (on the way), hingga “fyi” (for your information) kini mendominasi komunikasi digital generasi muda Indonesia.Bahasa terus berkembang seiring perubahan zaman, dan di era digital, perubahan itu terasa sangat cepat. Di berbagai platform media sosial seperti TikTok, Instagram, dan X, muncul beragam istilah baru yang menjadi bagian dari gaya komunikasi generasi muda. Kata-kata seperti bestie, healing, cringe, vibes, dan no debat kini seolah menjadi simbol keakraban sekaligus identitas kelompok pengguna internet.Fenomena ini terlihat jelas dalam kolom komentar di TikTok. Banyak pengguna menulis kalimat yang memadukan bahasa Indonesia, Inggris, dan singkatan. Misalnya, komentar seperti “Bestie, kamu tuh vibes-nya aesthetic banget!” atau “Healing dulu biar mental aman, no debat!” menjadi hal yang lazim ditemui. Gaya bahasa seperti ini menunjukkan bahwa media sosial bukan hanya ruang berbagi konten, tetapi juga arena pembentukan identitas dan budaya komunikasi baru.Bahasa gaul digital menjadi sarana untuk mengekspresikan diri dengan cara yang ringan, spontan, dan relevan dengan kehidupan sehari-hari. Gaya ini memperlihatkan kreativitas generasi muda dalam beradaptasi terhadap perkembangan dunia maya yang serba cepat. Namun di sisi lain, perubahan tersebut memunculkan tantangan bagi pelestarian bahasa Indonesia baku.Penggunaan bahasa campuran secara berlebihan dikhawatirkan dapat menurunkan kemampuan berbahasa Indonesia yang baik dan benar, terutama dalam konteks formal seperti pendidikan, media, dan pekerjaan. Contoh seperti “nge-post,” “nge-brief,” atau “nge-chat” menjadi bukti bahwa batas antara bahasa formal dan nonformal semakin kabur. Dalam konteks ini, bahasa gaul digital bukan lagi sekadar ekspresi sosial, melainkan cermin perubahan cara berpikir dan berinteraksi generasi masa kini.Bahasa gaul digital juga mencerminkan perubahan nilai dalam berkomunikasi. Di ruang digital, kecepatan dan gaya sering kali lebih diprioritaskan daripada ketepatan berbahasa. Akibatnya, banyak pengguna media sosial yang mulai abai terhadap ejaan dan struktur kalimat yang benar. Dalam jangka panjang, hal ini bisa berdampak pada kemampuan menulis dan memahami bahasa Indonesia yang baik.Meski begitu, bahasa selalu hidup dan menyesuaikan diri dengan penggunanya. Bahasa gaul digital dapat dilihat sebagai wujud kreativitas dan bentuk evolusi bahasa di era modern. Tantangan yang muncul bukan untuk menolak perubahan, tetapi untuk menempatkannya pada konteks yang tepat. Generasi muda diharapkan mampu membedakan kapan harus menggunakan bahasa gaul dan kapan harus memakai bahasa formal.Bahasa gaul digital bisa menjadi jembatan komunikasi yang menyenangkan dan ekspresif, tetapi juga dapat menjadi ancaman jika mengikis kemampuan berbahasa baku. Pada akhirnya, keseimbangan antara kebebasan berekspresi dan tanggung jawab berbahasa menjadi kunci agar bahasa Indonesia tetap hidup, relevan, dan bermartabat di tengah derasnya arus digitalisasi.

Editor:Mubdiatur Rohmatika

Bagikan:

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *