Tantangan Literasi Digital Remaja di Era Informasi Cepat Menjadi Sorotan Dunia Pendidikan

Brebes, 20 November 2025 – Perkembangan teknologi yang bergerak semakin cepat membuat kemampuan literasi digital remaja menjadi perhatian besar bagi sekolah, orang tua, dan para pendidik. Arus informasi yang datang tanpa henti melalui media sosial membuat banyak pelajar kesulitan membedakan mana informasi yang valid dan mana yang hanya sekadar konten viral. Kondisi ini menimbulkan kekhawatiran bahwa remaja akan tumbuh sebagai pengguna teknologi yang pasif, bukan pembaca informasi yang kritis sebuah tantangan besar bagi dunia pendidikan dalam membentuk wawasan pengetahuan, keterampilan digital, dan etika berkomunikasi yang baik.

Di berbagai sekolah, fenomena melemahnya kemampuan memahami informasi terlihat semakin jelas. Guru Bahasa Indonesia SMK Al Huda Bumiayu, Siti Pedriwati, mengungkapkan bahwa banyak siswa membawa informasi dari media sosial ke dalam diskusi kelas tanpa memeriksa kebenarannya terlebih dahulu. “Anak-anak sangat cepat percaya pada apa yang mereka lihat, terutama jika kontennya menarik atau sedang viral. Masalahnya, tidak semuanya benar,” ujarnya. Hal ini menunjukkan bahwa wawasan pengetahuan remaja tentang cara kerja informasi digital dan metode verifikasi masih rendah.

Selain itu, perubahan cara berbahasa remaja di ruang digital juga mulai memengaruhi kemampuan akademik mereka. Penggunaan bahasa gaul, singkatan, dan istilah-istilah populer dari TikTok atau X (Twitter) sering terbawa dalam tugas menulis. Struktur bahasa formal mereka melemah, dan banyak siswa kesulitan menyusun kalimat dengan rapi serta sesuai kaidah Bahasa Indonesia. Situasi ini menunjukkan bahwa keterampilan literasi dasar, seperti membaca kritis dan menulis formal, semakin terpinggirkan oleh kebiasaan komunikasi instan di media sosial.

Merespons kondisi ini, sejumlah sekolah mulai memperkuat program literasi digital dalam kegiatan belajar mengajar. Pelatihan cek fakta, pembelajaran mengenai jejak digital, serta pengenalan prinsip-prinsip keamanan siber diberikan untuk membangun keterampilan digital yang memadai. Tujuannya bukan hanya agar siswa mampu menggunakan teknologi, tetapi juga dapat mengolah informasi secara mandiri, memahami kualitas sumber informasi, dan berkontribusi secara etis di ruang digital.

Pakar pendidikan dan linguistik, I Wayan Arka, menegaskan bahwa aspek etika digital tidak boleh diabaikan. Menurutnya, banyak remaja yang belum memahami batasan etika dalam berkomunikasi di media sosial, seperti menghargai privasi, menghindari ujaran kebencian, dan tidak menyebarkan hoaks. “Literasi digital bukan hanya kemampuan mengoperasikan gawai. Yang lebih penting adalah kemampuan berpikir kritis, kemampuan teknis dalam mengolah informasi, serta pemahaman etika dalam menyampaikan pendapat di ruang publik,” jelasnya. Pernyataan ini mempertegas bahwa pendidikan literasi digital harus mencakup tiga aspek utama: pengetahuan, keterampilan, dan etika.

Tantangan ini semakin terasa di tahun 2025, ketika konten digital berkembang jauh lebih cepat dibandingkan kemampuan remaja dalam mengolah dan mengevaluasi informasi. Meski demikian, para pendidik optimis bahwa dengan pendampingan yang tepat, remaja dapat memanfaatkan teknologi secara positif. Mereka dapat memperluas wawasan pengetahuan melalui akses informasi global, mengasah keterampilan kreatif melalui pembuatan konten edukatif, serta membangun etika bermedia yang lebih bertanggung jawab. Di tengah perkembangan teknologi yang sulit dibendung, dunia pendidikan terus berupaya beradaptasi. Penguatan literasi digital dianggap sebagai langkah penting untuk membentuk generasi yang bukan hanya melek teknologi, tetapi juga memiliki pengetahuan luas, keterampilan digital yang kuat, serta etika berkomunikasi yang baik dalam menghadapi derasnya arus informasi di era digital.

Editor: Meta khairul fatami

Bagikan:

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *