Mengajar Bahasa, Mengenalkan Indonesia: Kiprah Ibu Ari Kusmiatun Lewat BIPA

BanyumasDalam upaya memperkuat posisi Bahasa Indonesia di kancah global, Ari Kusmiatun, salah satu pakar pengajar BIPA (Bahasa Indonesia bagi Penutur Asing), membawakan materi bertajuk “Menjemput Peluang Go Internasional” dalam kegiatan sosialisasi BIPA yang diselenggarakan di Universitas Negeri Malang. Melalui paparannya, beliau mengajak peserta untuk mengenal lebih dalam peran strategis BIPA sebagai sarana diplomasi budaya Indonesia di dunia internasional.

Ari menjelaskan bahwa BIPA merupakan bentuk pembelajaran Bahasa Indonesia yang dirancang secara sadar, terarah, dan terorganisasi bagi penutur asing. “BIPA bukan hanya mengajarkan bahasa, tetapi juga memperkenalkan Indonesia budaya, kebiasaan, dan cara berpikir masyarakatnya,” tutur Ari. Ia menegaskan bahwa BIPA adalah window, door, or gate to international exposure, membuka pintu bagi dunia untuk mengenal Indonesia lebih dekat.

Dalam sesi berbagi pengalaman, Ari menceritakan pengalamannya saat mengajar di Amerika Serikat. Ia memulai kelas BIPA dengan kegiatan joget sederhana sebagai cara mengasah konsentrasi dan mencairkan suasana. Metode unik tersebut terbukti efektif membangun kedekatan antara pengajar dan pelajar asing. “BIPA itu bahasa asing bagi mereka, tapi bagi kita, bahasa itu sendiri adalah jati diri bangsa,” ujarnya dengan senyum.

Bahasa Indonesia kini menjadi fenomena global. Fakta menunjukkan bahwa bahasa ini memiliki lebih dari 270 juta penutur, menjadikannya bahasa dengan penutur terbanyak keempat di dunia. Bahasa Indonesia juga pernah menjadi bahasa ke-3 paling banyak digunakan di WordPress, telah menjadi bahasa resmi sidang UNESCO, dan kini dipelajari di lebih dari 57 negara melalui program BIPA, termasuk di Afrika Selatan dan Bahrain. Bahkan, di Beijing, China, telah berdiri Departemen Bahasa Jawa, menandakan meningkatnya ketertarikan terhadap bahasa dan budaya Nusantara.

Ari menambahkan bahwa pembelajaran BIPA menyesuaikan tingkat kemampuan pelajar berdasarkan CEFR (Common European Framework of Reference), yaitu Pra A1 (Pra Pemula), A1, A2, B1, B2, C1, dan C2. Selain itu, pendekatan andragogi digunakan karena mayoritas peserta BIPA adalah orang dewasa dengan latar belakang, kebutuhan, dan tujuan belajar yang beragam.

Dalam praktiknya, pembelajaran BIPA melibatkan tujuh aspek penting, yaitu kurikulum dan silabus, karakter peserta didik, materi ajar, media pembelajaran, kompetensi guru, strategi belajar, serta evaluasi. Prinsip dasar yang ditekankan adalah bahwa bahasa merupakan seperangkat kebiasaan, sehingga pengajaran harus menekankan pada praktik berbahasa, bukan sekadar teori tentang bahasa.

Untuk mendukung efektivitas pembelajaran, berbagai media dan fasilitas digunakan di kelas BIPA, seperti peta Indonesia, kalender lokal, jam dinding, radio, televisi, serta koran dan majalah berbahasa Indonesia. Teknologi digital juga dimanfaatkan melalui aplikasi interaktif seperti Blooket, Wordwall, dan Quizizz. Semua ini bertujuan agar pelajar asing dapat merasakan pengalaman belajar yang kontekstual dan menyenangkan.

Di Indonesia sendiri, beberapa perguruan tinggi telah membuka program Magister BIPA, di antaranya Universitas Pendidikan Indonesia (UPI) dan Universitas Negeri Malang (UM). Langkah ini menunjukkan bahwa BIPA kini berkembang tidak hanya sebagai kegiatan pengajaran, tetapi juga sebagai bidang ilmu yang memiliki nilai ontologis dan aksiologis, sekaligus menjadi bagian penting dari soft diplomacy Indonesia.

Melalui BIPA, Bahasa Indonesia tidak sekadar menjadi alat komunikasi, melainkan juga jembatan persahabatan antarbangsa. Seperti disampaikan Ari Kusmiatun, “Dengan mengajar BIPA, kita tidak hanya mengajarkan bahasa, tetapi juga memperkenalkan Indonesia kepada dunia.”
 

Editor: Fitria Anggi Haryani

Bagikan:

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *