Kentongan: Bunyi Tradisi yang Masih Dijaga di Tengah Modernisasi

Purwokerto—Di tengah budaya digital yang serba modern, kentongan tetap menjadi jejak tradisi yang belum hilang. Di Banyumas dan wilayah sekitarnya, alat sederhana berbahan bambu ini masih digunakan, bukan hanya sebagai penanda sosial, tetapi juga sebagai bagian dari seni pertunjukan dan identitas budaya masyarakat.

Pada awalnya, kentongan berfungsi sebagai alat komunikasi publik seperti penanda waktu, tanda bahaya, hingga ajakan berkumpul. Perannya bersifat vital ketika teknologi belum berkembang.

Namun kini, fungsi kentongan bertransformasi. Ia tidak lagi sekadar alat pemanggil masyarakat, tetapi telah berkembang menjadi bentuk seni pertunjukan yang memadukan irama, gerak, dan kreativitas. Transformasi ini menunjukkan bahwa budaya tidak selalu tergeser oleh perkembangan zaman, melainkan dapat berubah mengikuti kebutuhan dan konteks baru.

Salah satu bentuk pelestariannya muncul melalui pembelajaran kentongan berbasis literasi musik, seperti yang diterapkan di Desa Tambaksogra, Banyumas. Metode ini tidak hanya mengajarkan cara memainkan alat tersebut, tetapi juga memperkenalkan notasi dasar, diskusi budaya, dan latihan kelompok. Melalui pendekatan ini, generasi muda memahami kentongan sebagai warisan budaya yang terstruktur, bukan sekadar tradisi lisan.

Kini, kentongan hadir di berbagai ruang publik, mulai dari festival budaya hingga acara peringatan daerah. Dalam beberapa kesempatan, ia bahkan menjadi daya tarik wisata lokal.

Di era modern, kentongan membuktikan bahwa tradisi tidak selalu harus hilang. Selama masih ada yang memainkan, mengajarkan, dan merawatnya, suara kentongan akan tetap bergema, bukan hanya sekadar sebagai bunyi, tetapi sebagai identitas dan memori budaya masyarakat.

Editor: Rimanda Sahya Citharesmi

Bagikan:

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *