Pangunduhan sarang burung walet yang dilakukan oleh masyarakat Desa Karangbolong Kabupaten Kebumen, berbeda dengan pengunduhan yang dilakukan di daerah lain. Dalam prosesnya, terdapat sebuah upacara atau ritual yang dilakukan secara turun-temurun. Ritual yang dilakukan bertujuan untuk memohon keselamatan, dan sebagai sarana komunikasi dengan Nyi Roro Kidul. Masyarakat setempat percaya, sarang burung walet yang terletak pada goa di tebing pantai Karangbolong merupakan milik penguasa laut kidul. Karena itu, sebelum memanennya perlu dilakukan ritual sebagai permohonan izin.
Ritual pengunduhan sarang burung walet dipercaya telah ada sejak zaman Kerajaan Mataram, yaitu berawal dari raja Mataram yang mengutus Adipati Bagelen untuk mencari sebuah obat. Dalam persemediannya, Adipati Bagelen mendapat sebuah petunjuk. Obat yang dimaksud ternyata sarang burung walet di goa tebing pantai Karangbolong. Dewi suryawati bersedia membantu Adipati Bagelen untuk mengambil obat tersebut dengan syarat, Adipati Bagelen harus melakukan beberapa ritual sebelum memasuki gua. Ritual tersebut masih terus dilakukan secara turun temurun oleh masyarakat Desa Karangbolong hingga saat ini.
Ritual dalam pemanenan terdiri dari beberapa tahap, yaitu selametan di paseban, pementasan wayang kulit di Goa Contoh, melarung sesajen di Pantai Karangbolong, kenduri di rumah mandor, dan selamatan di pos penjagaan sarang burung walet. Sesajen yang dilarung biasanya berupa jenang abang putih, kembang telon, kelapa muda, selendang, kain lurik hijau gadung, udang wulung dan sesaji lainnya yang disenangi oleh Nyi Roro Kidul. Ritual pengunduhan dilakukan empat kali dalam satu tahun. Unduhan pertama pada mangsa karo sekitar bulan Agustus, unduhan kedua pada mangsa kapat bulan Oktober, unduhan ketiga pada mangsa kepitu bulan Januari, dan unduhan keempat pada mangsa kesanga bulan Maret.
Di Desa Karangbolong, pengunduhan sarang burung walet tidak hanya sekedar menjadi aktivitas ekonomi semata. Tetapi juga menjaga hubungan harmonis antara sesama manusia, alam, dan dunia spiritual. Tradisi ini menjadi simbol kearifan lokal masyarakat Desa Karangbolong yang tetap lestari di tengah perkembangan zaman. Menjaga kearifan lokal bukan hanya tentang melestarikan tradisi, tetapi juga menghargai warisan budaya yang sarat akan makna.