Di tengah kemajuan zaman, masyarakat Banyumas tetap menjaga salah satu tradisi leluhur yang dikenal dengan sebutan Nyatus Nyewu. Tradisi ini adalah prosesi spiritual dan sosial yang dilakukan pada hari ke-100 (nyatus) dan ke-1000 (nyewu) setelah kematian seseorang, sebagai bentuk penghormatan dan doa bagi arwah yang telah berpulang ke rahmatullah.
Tradisi nyatus nyewu dimulai dengan pembacaan doa dan tahlil yang diikuti oleh keluarga, tetangga, dan masyarakat sekitar. Prosesi ini biasanya dipimpin oleh tokoh agama atau kiai setempat. Setelah doa-doa dipanjatkan, acara dilanjutkan dengan kenduri, yaitu makan bersama dengan hidangan yang telah disiapkan oleh keluarga almarhum. Makanan seperti nasi, tumpeng, lauk-pauk, dan jajanan tradisional disajikan sebagai simbol rasa syukur dan kebersamaan.
Tradisi nyatus nyewu di Banyumas tidak hanya berkaitan dengan aspek spiritual, tetapi juga mempererat ikatan sosial antarwarga. Kegiatan ini menjadi momen bagi masyarakat untuk berkumpul, berbagi cerita, dan saling mendukung dalam suasana penuh kebersamaan. Sehingga, tradisi ini selain sebagai wujud penghormatan kepada yang telah meninggal, tradisi ini juga berfungsi sebagai perekat sosial.
Seiring dengan perkembangan zaman, ada kekhawatiran bahwa tradisi ini akan mulai ditinggalkan oleh generasi muda karena generasi muda cenderung mengurangi pastisipasi dalam acara-acara tradisi. Namun, upaya untuk melestarikan budaya ini terus dilakukan, baik oleh para sesepuh maupun pemerintah, melalui pengenalan tradisi ini dalam kegiatan budaya dan pendidikan lokal.
Dengan semakin gencarna upaya pelestarian, masyarakat Banyumas berharap tradisi nyatus nyewu tetap menjadi bagian penting dari identitas budaya mereka, serta terus diwariskan ke generasi berikutnya sebagai bentuk penghormatan terhadap nilai-nilai leluhur yang luhur.