Banyumas—Di tengah pesatnya modernisasi, Sumur Mas atau yang dikenal juga sebagai Sendang Mas, tetap menjadi pusat spiritual dan budaya bagi masyarakat Banyumas. Terletak di kawasan Banyumas Kota Lama, dalam kompleks Taman Sari, sumur bersejarah ini bukan hanya sekadar peninggalan masa lampau, tetapi juga menyimpan nilai-nilai tradisi dan spiritual yang mendalam.
Sejak masa pemerintahan Tumenggung Yudanegara II, Bupati Banyumas ketujuh, Sumur Mas telah menjadi simbol penting dalam perpindahan pusat pemerintahan Banyumas. Tradisi lokal menyatakan bahwa pemerintahan harus dekat dengan mata air, dan keberadaan Sumur Mas menjadi syarat utama dalam pemindahan ini. Tumenggung Yudanegara II dikisahkan mendapatkan petunjuk spiritual melalui meditasi setelah kerusuhan Geger Pecinan, yang kemudian mengarahkan beliau kepada sumber air suci yang bersinar, kini dikenal sebagai Sumur Mas.
Sumur Mas tidak hanya memiliki nilai sejarah, tetapi juga menjadi pusat aktivitas spiritual hingga kini. Masyarakat Banyumas meyakini bahwa air dari sumur ini memiliki khasiat khusus untuk kesembuhan, keselamatan, dan keberkahan. Para peziarah sering kali datang dengan membawa sesajian tradisional berupa kembang telon jawa, kembang kantil, kenanga, dan mawar merah putih sebagai bagian dari ritual tawasul—sebuah tradisi berdoa kepada Tuhan dengan menjadikan sumur sebagai perantara.
Sebelum mengambil air, beberapa masyarakat menjalani ritual tambahan seperti berpuasa dan membakar wewangian dari kayu cendana. Hal ini dianggap sebagai bagian dari upaya spiritual untuk menyucikan diri dan menghormati nilai-nilai tradisional yang melekat pada Sumur Mas.
Di tengah kepercayaan modern, ritual di Sumur Mas tetap dipertahankan dengan menghormati adat istiadat yang telah diwariskan turun-temurun. Pak Bambang, seorang warga lokal, menyampaikan bahwa mendapatkan air dari sumur ini bukanlah hal yang pasti. “Kadang berhasil, kadang tidak. Ini semua soal niat dan kepercayaan,” ujarnya.
Sementara itu, Pak Eli, seorang pemandu wisata lokal mengatakan, “Juru kunci hanya berperan sebagai pengantar dalam proses ziarah, sementara doa-doa harus disampaikan langsung kepada Tuhan. Karena lebih enak jika peziarah mengeluarkan keluh kesahnya langsung kepada Tuhan daripada melalui perantara orang lain.” Ini menunjukkan betapa tradisi spiritual di Sumur Mas tidak lepas dari nilai-nilai religius yang kuat, tanpa melupakan unsur budaya setempat yang mendukung praktik ini.
Dalam dunia yang semakin modern, Sumur Mas berdiri sebagai simbol pertemuan antara budaya, tradisi, dan spiritualitas yang tetap hidup dalam kehidupan sehari-hari masyarakat Banyumas. Hal ini dapat tercermin dalam masyarakat Banyumas yang memandang Sumur Mas sebagai warisan budaya yang kaya akan nilai-nilai religius dan tradisional, di mana ritual dan ziarah di sumur ini juga bukan hanya sekadar kegiatan keagamaan, melainkan juga melibatkan tata krama dan etika tradisional yang diajarkan turun-temurun. Sehingga seiring bergantinya waktu, nilai-nilai ini tetap terjaga dalam menjalankan ritual yang sesuai dengan tradisi nenek moyang.