
Nasi Megono (Dokumentasi pribadi)
Wonosobo – Di balik dinginnya udara Wonosobo, tersimpan kehangatan dalam sepiring nasi megono yang khas dan menggugah selera.
Salah satu yang masih melestarikan makanan tradisional ini adalah warung Annas, yang biasa dipanggil Annas oleh para pembelinya. Sejak tahun 2003, ia menjual nasi megono di rumahnya Krasak, Wonosobo.
“Nasi megono di sini berbeda dari daerah lain. Kami pakai kubis dan kacang panjang, bukan nangka seperti di tempat lain,” kata Annas saat ditemui.
Menurut Annas, nasi megono sudah ada di Wonosobo sejak abad ke-17. Meski sudah sangat lama, rasa khasnya tetap disukai banyak orang. Ia juga menjaga resep lama agar cita rasanya tidak berubah.“Bumbunya terdiri atas bawang merah, bawang putih, cabai, kencur, dan ikan teri. Kelapanya diparut, tapi tidak dibuat santan. Itu yang bikin rasanya unik,” jelasnya.
Cara membuat nasi megono sebenarnya tidak rumit. Nasi dimasak seperti biasa, lalu kubis diiris tipis dan ditumis hingga layu. Kelapa parut dicampur dengan bumbu, kemudian semuanya disatukan dengan tumisan kubis. Terakhir, ditambahkan ikan teri sebagai pelengkap. Meski resepnya tidak berubah sejak pertama kali digunakan, Annas menyadari bahwa rasa tetap bisa berbeda, tergantung siapa yang memasaknya.
Pelanggan Annas sangat beragam, mulai dari warga sekitar, pelajar, santri, mahasiswa, sampai pekerja pabrik. Bahkan, wisatawan yang datang ke Wonosobo sering mencarinya untuk mencicipi makanan khas ini. “Nasi megono cocok untuk sarapan, apalagi saat udara dingin. Rasanya sederhana tapi enak, dan harganya murah. Cuma lima ribu rupiah, sudah dapat nasi megono lengkap dengan gorengan,” katanya.
Dengan harga terjangkau, rasa yang tetap khas, dan nilai sejarah yang panjang, nasi megono terus menjadi makanan favorit sekaligus bagian dari budaya Wonosobo.
Editor: Siti Nurhalimah
