Purwokerto — Novel satir Animal Farm karya George Orwell kembali ramai dibahas di kalangan mahasiswa dan pembaca muda karena dianggap punya kemiripan dengan kondisi Indonesia saat ini. Meski diterbitkan tahun 1945, kisah hewan-hewan yang melakukan revolusi demi kebebasan namun akhirnya jatuh ke tangan penguasa baru yang lebih licik terasa relevan dengan dinamika politik dan media di Indonesia sekarang.
Dalam novel tersebut, para babi perlahan mengambil alih kekuasaan, memanipulasi aturan, dan mengontrol informasi. Sebuah penelitian sosiologi sastra dari Widyadharma Surabaya menjelaskan bahwa Animal Farm menggambarkan pola hegemoni di mana pemimpin menguasai narasi demi mempertahankan posisi. Gambaran inilah yang membuat banyak mahasiswa merasa cerita Orwell bukan sekadar fabel, tetapi kritik terhadap kekuasaan yang makin menjauh dari rakyat.
Isu kontrol informasi makin menguat ketika melihat data terbaru dari Reporters Without Borders (RSF) tahun 2025 yang menempatkan Indonesia di peringkat 127 dari 180 negara dalam Indeks Kebebasan Pers. Aliansi Jurnalis Independen (AJI) juga mencatat lebih dari 75 persen jurnalis pernah mengalami kekerasan atau intimidasi. Situasi ini membuat ruang kritik publik terasa semakin sempit.
Kondisi tersebut mengingatkan pada peternakan Orwell, ketika hewan-hewan biasa tidak lagi bisa membedakan mana kebenaran dan mana manipulasi karena para babi menguasai seluruh informasi. Di Indonesia, tekanan terhadap media mungkin tidak muncul secara terang-terangan, tetapi hadir dalam bentuk tekanan politik, serangan digital, hingga disinformasi yang membuat masyarakat sulit mendapatkan informasi yang bersih.
Bagi mahasiswa dan pembaca muda, Animal Farm menjadi pengingat bahwa kekuasaan tanpa pengawasan mudah berubah menjadi tirani. Dalam konteks Indonesia saat ini, menjaga kebebasan pers, melindungi jurnalis, dan meningkatkan literasi publik menjadi langkah penting agar kita tidak mengulang nasib hewan-hewan yang kehilangan suara dalam cerita Orwell.
Novel ini bukan sekadar bacaan wajib kampus, tapi cermin untuk melihat apakah kita sedang bergerak menuju masyarakat yang kritis atau justru perlahan masuk ke realitas seperti yang diperingatkan Orwell puluhan tahun lalu.
