Bayangkan sebuah tempat yang diam-diam menyimpan cerita tentang bumi purba, tentang bebatuan yang berbisik pelan mengenai sejarah jutaan tahun lalu. Tempat itu bernama Kebumen. Terletak di selatan Jawa Tengah, kabupaten ini kini mengukir sejarah baru. Dalam Sidang Dewan Eksekutif ke-221 UNESCO di Paris, 2–17 April 2025, Geopark Kebumen resmi menjadi bagian dari UNESCO Global Geopark (UGGp).
Bagi masyarakat Kebumen, ini bukan sekadar status internasional. Ini adalah pengakuan atas cinta mereka terhadap tanah yang menghidupi. Tanah yang tak hanya menyimpan kekayaan geologi, tetapi juga kehidupan yang berakar dalam budaya dan keanekaragaman hayati.
Dari Mimpi Menjadi Nyata: Perjalanan Menuju Pengakuan

Semua berawal pada 2018, saat Geopark Kebumen diusulkan sebagai Geopark Nasional. Siapa sangka, tujuh tahun kemudian, dengan kerja sama antara pemerintah daerah, Badan Pengelola Geopark, dan warga setempat, kawasan seluas lebih dari 543 kilometer persegi ini akan menjadi bagian dari warisan bumi dunia.
Dari 26 kecamatan, 22 di antaranya terlibat langsung. Setiap langkah yang diambil adalah bukti bahwa ketika alam dijaga dan dihormati, ia akan membalas dengan keindahan dan keberkahan.
Bupati Kebumen, Lilis Nuryani, menyampaikan rasa syukur yang tulus. Dalam pidatonya, ia mengatakan, “Status ini bukanlah akhir, melainkan awal dari perjuangan baru. Kita dituntut untuk merawat dan mengembangkan potensi alam, budaya, serta kearifan lokal tanpa mengabaikan kelestariannya.”
Sebuah seruan yang mengingatkan kita bahwa keberhasilan bukanlah tujuan akhir, melainkan awal dari tanggung jawab yang lebih besar.
‘The Mother of Earth’ dari Selatan Jawa

Sigit Tri Prabowo, General Manager Badan Pengelola Geopark Kebumen, menyebut kawasan ini sebagai “The Mother of Earth”. Sebuah metafora yang menggambarkan betapa kaya dan lembutnya pelukan alam Kebumen. Di Desa Seboro, Lava Bantal dan Rijang Merah menjadi saksi bisu bagaimana bumi dulu membentuk dirinya. Watu Kelir, dengan pesonanya yang memadukan dua jenis batuan, seolah menggambarkan dialog sunyi antara zaman dan ruang.
Di balik batu dan tanah itu, flora dan fauna langka hidup berdampingan. Ada keheningan di sana, tapi juga kehidupan.
Menyulam Wisata dengan Edukasi dan Estetika

Kini, dengan status global, Geopark Kebumen punya misi baru: menjadikan wisata sebagai jembatan antara pengetahuan dan keindahan. Edukasi, ekonomi, dan pelestarian harus berjalan bergandengan tangan.
Goa Jatijajar bercerita tentang zaman purba lewat stalaktit dan stalagmit yang membentuk lukisan alam. Puncak Wagir Sambeng menyuguhkan lanskap yang menampakkan lapisan-lapisan sejarah bumi. Sementara Watu Kelir menjadi panggung bagi kisah budaya yang diukir alam: lava bantal dan batuan sedimen membentuk siluet wayang dan gamelan, menyatu dalam satu tubuh geologi.
Bukit Pentulu Indah membangunkan pagi dengan matahari di antara Sindoro dan Sumbing, dan Waduk Sempor hadir seperti puisi air yang menyejukkan, ditemani kuliner khas yang menghangatkan jiwa.
Indonesia, Sang Penjaga Warisan Dunia
Dengan bergabungnya Geopark Kebumen dan Geopark Meratus, kini Indonesia memiliki dua belas geopark yang diakui dunia. Dari Asia hingga Eropa, nama Indonesia terpahat bersama negara-negara lain seperti Tiongkok, Italia, Korea Selatan, dan Norwegia.
Namun lebih dari itu, ini tentang tanggung jawab. Bahwa di balik pengakuan, ada janji: untuk menjaga, mencintai, dan mewariskan bumi ini dengan bijak.
Sebuah Harapan dari Selatan
Geopark Kebumen bukan hanya kumpulan lanskap indah. Ia adalah puisi bumi yang ditulis dalam bebatuan, dinyanyikan angin lewat pepohonan, dan dibisikkan air lewat sungai yang mengalir tenang. Semoga pengakuan ini bukanlah akhir dari sebuah cerita, melainkan pembuka dari bab baru. Bab di mana alam dan manusia hidup berdampingan, saling menjaga, dan saling menghargai. Dari Kebumen untuk dunia. Dari bumi untuk manusia.