
Sumber:Dokumentasi pribadi
Purwokerto– “Mimpi itu akan memulai langkah kita ke depannya.” Kalimat sederhana itu menjadi pembuka kuliah pakar Bahasa Indonesia bagi Penutur Asing yang digelar Program Studi Pendidikan Bahasa Indonesia, Fakultas Ilmu Budaya, Universitas Jenderal Soedirman, Jumat (24/10/2025).
Dr. Ari Kusmiatun, M.Hum. dari Universitas Negeri Yogyakarta tampil sebagai narasumber di hadapan puluhan mahasiswa angkatan 2022, 2023, dan 2024 di Aula Bambang Lelono. Dalam kuliah yang berlangsung pukul 08.00 hingga 11.00 WIB itu, dosen dari Yogyakarta tersebut tidak hanya membedah teknis pengajaran BIPA, tetapi juga membuka wawasan mahasiswa tentang peluang karier global di bidang pengajaran bahasa.
BIPA, menurut Suyitno (2005), adalah pelajaran Bahasa Indonesia yang direncanakan secara sadar, terarah, dan terorganisir untuk pembelajaran bagi penutur atau pelajar asing. Program ini kini telah berkembang pesat dan menjadi salah satu instrumen soft diplomacy Indonesia di kancah internasional.
Ari memaparkan sejumlah fakta mengejutkan tentang posisi Bahasa Indonesia di dunia. Bahasa Indonesia kini menjadi bahasa dengan jumlah penutur terbesar keempat di dunia dengan lebih dari 270 juta penutur. Bahasa Indonesia pernah menjadi bahasa ketiga paling banyak digunakan di platform WordPress dan telah ditetapkan sebagai bahasa resmi sidang UNESCO.
“BIPA merupakan bagian dari fenomena perkembangan Indonesia secara umum di mata dunia,” ujar Ari. Program BIPA saat ini dipelajari di 97 negara dan diajarkan di lebih dari 300 lembaga pendidikan serta universitas luar negeri, menjadikan Indonesia memiliki posisi strategis dalam percaturan budaya global.
Dalam paparannya, Ari menjelaskan bahwa BIPA memiliki berbagai varian sesuai kebutuhan pembelajar. Ada BIPA reguler untuk komunikasi sehari-hari, BIPA bisnis untuk keperluan profesional, BIPA edukatif untuk kepentingan akademis, hingga BIPA wisata bagi pelancong asing yang ingin mengenal Indonesia lebih dalam.
“Tujuan belajar BIPA berbeda-beda, sehingga memunculkan macam-macam BIPA. Seorang eksekutif asing yang akan berbisnis di Indonesia tentu membutuhkan materi yang berbeda dengan turis yang sekadar ingin berlibur,” jelasnya.
Pembelajar BIPA juga dikategorikan dalam tiga level berdasarkan kemampuan, yakni Pemula untuk level A1 hingga A2, Madya untuk B1 hingga B2, dan Mahir untuk C1 hingga C2. Sistem ini mengacu pada standar Common European Framework of Reference for Languages.
Ari menekankan beberapa prinsip pengajaran BIPA yang harus dipahami calon pengajar. Pertama, bahasa adalah seperangkat kebiasaan, sehingga pembelajar harus lebih banyak berlatih daripada menghafal teori. Kedua, fokus pada penggunaan bahasa seperti yang digunakan penutur asli dalam kehidupan sehari-hari. Ketiga, ajarkan berbahasa, bukan tentang bahasa, yang berarti menghindari penjelasan gramatikal yang terlalu rumit. Keempat, setiap bahasa memiliki karakteristik berbeda sehingga pendekatan pengajaran harus disesuaikan.
“Jangan ajari mereka tentang struktur kalimat yang rumit kalau mereka bahkan belum bisa memesan nasi goreng,” ujar Ari sembari tersenyum, disambut tawa peserta.
Pengajaran BIPA, lanjut Ari, menggunakan konsep andragogi atau prinsip pembelajaran orang dewasa. Pembelajar BIPA umumnya adalah orang dewasa dengan motivasi dan latar belakang beragam, sehingga membutuhkan pendekatan yang menghormati pengalaman dan pengetahuan mereka sebelumnya.
Sebagai pendukung strategi mengajar, Ari menguraikan pentingnya penggunaan media dan sumber ajar yang variatif. Media visual seperti foto dan gambar, media audio berupa rekaman suara, media audiovisual seperti video, hingga realia berupa benda-benda nyata, semuanya dapat dimanfaatkan untuk menciptakan suasana belajar yang autentik.
“Fasilitas kelas BIPA yang ideal memiliki peta Indonesia, kalender Indonesia, jam dinding, radio, televisi, koran atau majalah Indonesia, serta LCD. Semua ini penting karena bahasa tidak bisa dipisahkan dari budaya,” paparnya.
Internet juga menjadi sumber belajar yang tak terbatas, memungkinkan pengajar dan pembelajar mengakses berbagai konten berbahasa Indonesia yang aktual dan kontekstual.
Salah seorang peserta, Rina Wulandari, mahasiswa angkatan 2023, mengaku mendapat pencerahan dari kuliah pakar tersebut. “Saya baru tahu kalau peluang menjadi pengajar BIPA itu sangat besar. Bahasa Indonesia ternyata diminati banyak orang di luar negeri. Ini membuka mata saya untuk mempersiapkan diri lebih baik,” katanya.
Di akhir sesi, Ari kembali menegaskan pesan utamanya tentang pentingnya memiliki mimpi sebagai langkah awal menggapai kesuksesan. “Kalian mungkin belum pernah membayangkan mengajar di Korea Selatan, Jepang, atau Belanda. Tapi mimpi itulah yang akan memulai langkah kalian ke depannya,” ujarnya.
Ketua Program Studi Pendidikan Bahasa Indonesia Unsoed, dalam sambutannya, berharap kuliah pakar ini dapat memotivasi mahasiswa untuk mengembangkan kompetensi di bidang BIPA. “Kami ingin mahasiswa tidak hanya siap menjadi guru Bahasa Indonesia di dalam negeri, tetapi juga memiliki wawasan global dan siap berkontribusi dalam penyebaran Bahasa Indonesia di luar negeri,” katanya.
Kuliah pakar ini merupakan rangkaian kegiatan akademik yang rutin diselenggarakan Program Studi Pendidikan Bahasa Indonesia untuk memperkaya wawasan mahasiswa dengan menghadirkan pakar dari berbagai perguruan tinggi. Kegiatan serupa direncanakan akan terus dilaksanakan dengan mengangkat tema-tema aktual dalam bidang pendidikan dan pembelajaran Bahasa Indonesia.
