Standar Keberhasilan TikTok yang Tak Selalu Sejalan dengan Realita

Sejak 2020, TikTok mulai mempengaruhi perkembangan diri remaja di Indonesia. Pada 2024 tercatat lebih dari 22,2 juta pengguna aktif TikTok setiap bulan. Hal ini yang menjadikan Indonesia sebagai salah satu negara dengan jumlah pengguna terbesar di dunia. Hingga 2025, mulai muncul berbagai standar baru seperti keyakinan bahwa di usia muda seseorang harus sudah sukses dan berhasil melakukan pencapaian besar. Standar ini sebenarnya tidak sepenunya salah, tetapi jika terus muncul dalam konten TikTok akan membuat penggunanya merasakan tekanan.

Beberapa remaja mulai merasa hidupnya tertinggal hanya karena langkah mereka tidak secepat yang mereka lihat pada media sosial. Meskipun pada awalnya hal tersebut dapat dijadikan sebagai motivasi, tetapi algoritma yang terus-menerus kini membuatnya berubah menjadi suatu beban. Remaja pada akhirnya mulai merasa tidak cukup dengan apa yang sudah mereka capai, bukan karena iri melainkan standar tersebut tampak seperti sebuah kewajiban untuk diikuti agar dianggap “berhasil”.

Tekanan ini mulai dirasakan oleh salah satu remaja, Muyassarah (19). Ia mengungkapkan konten pencapaian yang terus menerus muncul justru membuatnya cemas. “Terkadang standar TikTok yang semakin tidak masuk akal membuat saya merasa minder. Karena, banyaknya tuntutan tidak langsung di TikTok yang membuatnya merasa harus cepat berhasil. Ketika sedang lelah, rasanya sangat mudah untuk merasa jatuh karena merasa belum sejauh itu,” ujarnya. Pengalaman ini memberikan gambaran bahwa narasi “sukses muda” telah berubah menjadi sumber tekanan psikologis baru bagi remaja.

Pada akhirnya, standar TikTok yang banyak bermunculan mulai menentukan cara seseorang dalam menilai dirinya. Padahal hal tersebut tidak selalu sejalan dengan kenyataan hidup yang ada. Tidak mengikuti standar tersebut bukan berarti seseorang tertinggal, tetapi bentuk memahami dan batasan diri. Ruang digital seharusnya menjadi tempat belajar dan berbagi pengalaman, bukan arena untuk pembandingan pencapaian yang membuat remaja merasa gagal sebelum memulai. Karena itu, pengguna perlu lebih kritis dalam menyaring konten yang mereka tonton.

Bagikan:

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *