Judul buku : Bekisar Merah
Penulis : Ahmad Tohari
Tahun : 2019
Halaman : 364 halaman
Cetakan : Kesebelas
Penerbit : Gramedia Pustaka Utama
Sinopsis
Novel ini menceritakan tentang kehidupan seorang perempuan desa dengan paras cantik bernama Lasi. Bekisar merah merupakan makna konotatif yang menggambarkan tentang latar belakang Lasi. Secara harfiah bekisar merah berarti unggas yang memiliki penampilan indah eksotis akibat dari hasil perkawinan silang antara ayam hutan dan ayam kampung. Namun, dalam novel ini bekisar merah merujuk kepada Lasi yang merupakan hasil perkawinan antara ibunya yang merupakan warga pribumi dengan ayahnya yang merupakan tentara Jepang. Novel ini memulai cerita tentang kehidupan Lasi di Desa Karangsoga yang miskin.
Kehidupan Lasi yang penuh gunjingan masyarakat, karena memiliki wajah yang cantik, tetapi belum memiliki suami kian lenyap setelah Darsa menikahinya. Kehidupan mereka kian mulus seperti kehidupan rumah tangga pada umumnya sebelum kejadian yang tidak diinginkan terjadi. Pekerjaan yang membantu mereka dalam menyambung hidup justru membawa malapetaka. Darsa yang bekerja sebagai penyadap nira kelapa mengalami musibah terjatuh dari pohon kelapa ketika ia sedang menyadap nira. Akibat dari insiden tersebut, Darsa mengalami masalah di bagian kemaluannya. Kemaluannya terus menerus mengeluarkan air seni, sehingga ia terpaksa harus berobat secara tradisional kepada Bunek karena keterbatasan biaya. Sebagai istri yang taat, Lasi merawat Darsa dengan penuh kasih sayang dan tanpa perhitungan.
Air susu dibalas air tuba. Merupakan kalimat yang cocok rasanya untuk menggambarkan tindakan Darsa terhadap Lasi. Setelah kasih sayang yang telah diberikan Lasi kepada Darsa ketika merawatnya sampai sembuh, Darsa justru berselingkuh dengan anak si Bunek. Darsa dijebak oleh si Bunek untuk melakukan hal yang terlarang dengan anaknya. Walaupun Darsa dijebak, hal ini tetap tidak dibenarkan, baik secara moral maupun agama.
Lasi dengan kondisi jiwa yang runtuh, memutuskan untuk pergi dari rumah ke kota. Ia menumpang truk milik Pak Tir yang membawa gula ke kota. Di kota ia ditampung oleh pemilik warung bernama Bu Koneng. Sebagai bentuk balas budi, Lasi membantu menjadi pelayan warung dan melakukan kegiatan bersih-bersih. Namun, ternyata ada maksud dibalik sikap baik Bu Koneng kepada Lasi. Lasi hendak ditawarkan kepada seseorang yang biasa mencari perempuan dengan ketururan Jepang, untuk ditawarkan lagi kepada para pejabat. Namanya Bu Lanting, ia sudah berpengalaman dalam hal yang demikian. Tentu dalam merebut hati Lasi agar berkenan ikut dengannya hal yang mudah. Cara yang dilakukan Bu Lanting cukup efektif untuk perempuan desa yang polos yang masih memegang teguh norma-norma kemasyarakatan. Bu Lanting selalu memberi barang yang mewah dan berlaku baik kepada Lasi. Hingga pada akhirnya ketika Lasi diajak untuk tinggal di rumahnya, Lasi tidak bisa menolak lantaran rasa sungkan atau tidak enak dan berhutang budi kepadanya.
Berhasil mendapatkan mangsa yang sesuai dengan keinginan klien. Bu Lanting langsung menghubungi Pak Handarbeni. Pak Handarbeni adalah sosok konglomerat yang memegang jabatan penting di suatu perusahaan. Ia memiliki keinginan untuk mempunyai istri dengan wajah blasteran Jepang-Indonesia, karena ia terinspirasi dari Soekarno yang memiliki istri Jepang. Cara yang dilakukan oleh Bu Lanting agar Lasi mau menikah dengan Pak Han terbilang sama. Lasi yang tidak bisa menolak akhirnya menikah dengan Pak Han. Pernikahan mereka pada awalnya terbilang normal seperti pada umumnya. Hingga pada ketika Pak Han membolehkan Lasi untuk melakukan hal yang bersimpangan dengan nilai-nilai yang dianutnya, Lasi merasa pernikahan ini seperti main-main belaka.
Permasalahan yang dialami Lasi tidak cukup disini. Kini ia menjadi incaran Bambung, seorang yang cukup berpengaruh dalam dunia bisnis. Ia ingin merebut Lasi dari Pak Han. Ia meminta bantuan kepada Bu Lanting agar Lasi mau bersamanya. Bu Lanting yang hanya memikirkan keuntungan dirinya saja, mulai merayu Pak Han agar mau melepas Lasi. Awalnya Pak Han enggan melepas Lasi, tetapi setelah ditawari kenaikan jabatan lewat rekomendasi Bambung, ia akhirnya setuju.
Merasa dirinya menjadi bahan main-main dalam hal yang menurutnya sakral, Lasi memutuskan melarikan diri dengan Kanjat, anak Pak Tir yang ternyata masih mengharapkan Lasi. Mereka hendak melarikan diri ke luar Pulau Jawa. Sebelum mereka pergi, mereka menikah siri terlebih dahulu dengan alasan mereka berdua bukan mahram dan takut terjadi hal yang tidak diinginkan selama perjalanan. Namun, belum sempat mereka berlayar ke luar Pulau Jawa, Lasi dijemput paksa oleh Bu Lanting dengan bantuan dua orang polisi. Kanjat yang mencoba melindungi Lasi harus puas dengan luka yang didapat dari hantaman polisi.
Melihat kejadian tersebut, Kanjat mencoba meminta bantuan temannya yang bekerja di bidang hukum. Berkat bantuan temannya Lasi akhirnya bisa kembali dengan aman dan mereka berdua akhirnya hidup damai dan aman di kampung halamannya.
Pesan
Pesan yang dapat kita ambil dari novel ini adalah tidak ada pemberian manusia yang gratis atau cuma-cuma. Pasti ada maksud terselubung di dalamnya. Pada hakikatnya pemberian yang tidak mengharapkan imbalan apa pun hanya pemberian Tuhan Yang Mahakaya yang tidak membutuhkan apa-apa dari makhluknya.