Saat ini, pemakaian tumbler telah menjadi kebiasaan yang sangat umum di kalangan anak muda. Di tengah masalah limbah plastik yang semakin parah sekitar 6,8 juta ton setiap tahun botol sekali pakai tetap berkontribusi signifikan terhadap peningkatan limbah tersebut. Oleh karena itu, tidak mengherankan jika muncul tren pemanfaatan tumbler sebagai solusi yang lebih bertanggung jawab.
Hasil survei Jakpat 2024 juga mengindikasikan bahwa keinginan untuk menjalani gaya hidup bebas limbah cukup kuat, meskipun hanya sejumlah kecil orang yang benar-benar menggunakan tumbler dalam aktivitas sehari-hari. Tetapi, keinginan tersebut tidak semata-mata didorong oleh niat tulus untuk mengurangi limbah. Dalam banyak kasus, tumbler telah beralih menjadi simbol gaya hidup. Banyak anak muda memilih tumbler berdasarkan brand dan desain, tidak hanya fungsi praktisnya. Penelitian yang mengeksplorasi perilaku remaja menunjukkan bahwa tumbler yang mahal sering dipakai untuk mengekspresikan identitas dan menciptakan kesan tertentu. Dengan kata lain, tumbler terkadang berperan layaknya aksesori, memperkuat bagaimana seseorang ingin dilihat oleh orang lain.

Hal ini memunculkan pertanyaan mendasar: apakah orang benar-benar peduli terhadap lingkungan, atau hanya mengikuti moda yang sedang tren? Lonjakan tajam dalam penjualan tumbler yang mencapai jutaan unit dalam waktu singkat di platform daring semakin menegaskan keraguan ini. Meskipun tujuan awalnya adalah mengurangi limbah plastik, pembelian berulang yang disebabkan oleh preferensi estetika justru menjadi kontraproduktif. Sebaliknya, mereka hanya membeli produk baru yang bergambar label “ramah lingkungan”.
Sebaliknya, tidak dapat dibantah bahwa tren ini juga menghadirkan hasil yang positif. Semakin banyak tempat bersama yang menawarkan pengisian ulang air, dan semakin banyak individu yang mulai menyingkirkan botol plastik sekali pakai. Namun, keuntungan lingkungan hanya akan tercapai jika botol yang dapat dipakai ulang digunakan secara teratur, bukan sekadar menjadi pajangan atau diganti setiap kali ada desain terbaru. Kesadaran lingkungan selalu muncul dari perubahan dalam pengaturan tindakan, bukan dari kebiasaan seseorang dalam menggunakan produk-produk yang terlihat berkelanjutan.
Pada akhirnya, membawa botol yang dapat digunakan kembali mungkin tampak sebagai langkah kecil namun berpengaruh, selama dilakukan dengan kesadaran yang tepat. Usaha ini akan kehilangan makna jika hanya berfokus pada tampilan luar. Di tengah berbagai tren dan gambaran yang ingin ditampilkan, setiap orang mesti melakukan introspeksi: apakah botol yang dapat digunakan kembali yang kita bawa benar-benar berkontribusi untuk Bumi, atau hanya sekadar mengikuti mode?
Editor: Linda Rahma Agnia
