Seorang gadis cekikikan sendirian memandangi ponselnya. Sontak membuat ibunya bertanya-tanya, ada apa dengan anaknya?
“Pagi-pagi anak Ibu udah bahagia banget. Ada apa Ira?” tanya Rina. Ibu Ira itu sedang menyiapkan sarapan.
Ira berjalan menuju meja makan, “Sahabat lamaku tadi mengirim pesan, dia akan berkunjung ke sini, Bu,” balasnya dengan penuh gembira.
Rina mengerutkan keningnya. “Siapa?”
Ira tersenyum semringah. “Nina Bu, sahabat Ira dulu.”
“Oh, bagus itu, kapan?” tanya Rina penasaran.
“Akhir bulan Desember katanya. Liburan tahun baru,” jawab Ira antusias.
“Ira rindu banget sama dia,” sambung Ira. Tiba-tiba nada bicaranya menjadi sendu. Dia teringat masa kecilnya bermain bersama sahabatnya itu. Ira ingin sekali dia tinggal tak jauh darinya, tetapi ada halangan di antara keduanya yang harus memisahkan mereka. Nina berpindah rumah karena pekerjaan ayahnya yang harus memboyong keluarganya tinggal bersama.
Ira diliputi bahagia setiap harinya. H-5 sebelum sahabatnya mengunjunginya, Ira disibukkan dengan persiapan perayaan kecil-kecil untuk menyambut kedatangan tamu istimewanya. Sudah dua tahun Ira tak bertemu Nina, sahabatnya. Ini adalah harapan akhir tahunnya. Temu kangen dengan sahabat kecilnya. Ah, rasanya tak sabar lagi bisa menumpahkan kerinduan setelah sekian lama, pikir Ira.
**
Hari sudah memasuki akhir Desember. Ira terus menatap layar ponselnya. Tak ada pesan lagi dari Nina setelah sahabatnya itu mengabari akan berkunjung ke rumahnya. “Apa Nina tidak jadi ke sini, ya,” gumam Ira sendirian. Tak lama kemudian muncul notifikasi dari seseorang. Ternyata itu Nina. Ira langsung melihat apa isi pesannya.
“Maaf Ira, aku tidak bisa ke rumahmu. Ada acara sekolah mendadak yang aku diwajibkan mengikutinya. Maaf ya ….” tulis Nina dalam pesan di ponselnya.
Kecewa. Itu yang dirasakan Ira dilihat dari raut mukanya. Tanpa diperintah bulir air menetes dari pelupuk matanya. Harapannya pupus ketika membaca pesan tak begitu panjang itu.
Ibunya yang sedang menyapu lantai pun terhenti karena mendengar suara tangisan dari dalam kamar Ira.
Rina melihat Ira dengan pandangan khawatir. “Kenapa nangis, Nak?”
Ira menyeka air matanya. “Nina nggak jadi kesini, Bu” Ira tak bisa membendung air matanya lagi, dipeluklah ibunya yang duduk di sampingnya.
Hal ini membuat ibunya refleks mengelus rambut putrinya itu. “Sudahlah, mungkin kapan-kapan dia ke sini. Yang terpenting kamu bisa bertukar kabar lewat handphone, kan?”
Ira hanya mengangguk pelan di dekapan ibunya.
“Ibu juga berpesan, kalau senang, tuh, jangan berlebihan. Kalau semisal nanti nggak sesuai apa yang kita mau, diri kita juga yang harus menanggungnya.”
Ada benarnya juga kata ibunya. Kalau saja dia tidak terlalu senang menanti kedatangan Nina, mungkin tak se sedih ini kejadiannya, batin Ira.